RSS

Hukum Perikatan

·         Pengertian Perikatan
Perikatan dalam bahasa belanda disebut Verbintenissenrecht adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu pula sebaliknya. Namun dalam memberikan istilah Verbintenissenrecht terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli hukum. Misalnya : Wirjono Prodjodikoro, menerjemahkan Verbintenissenrecht menjadi Hukum Perjanjian dan bukan Hukum Perikatan.
Perjanjian dalam bahasa belanda disebut Overeenkomst, sedangkan hukum perjanjian disebut Overeenkomstenrecht. Sementara itu, pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan dapat terjadi karena :
  1. Perjanjian (kontrak) 
  2. Bukan dari perjanjian (dari Undang-Undang).
    Dengan demikian, bisa dibilang perjanjian menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka.
·         Dasar Hukum Perikatan
Berdasarkan KUHP terdapat 3 sumber dalam Dasar Hukum Perikatan, antara lain :
  1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
  2. Perikatan yang timbul dari Undang-Undang
    Perikatan yang timbul dari Undang-Undang dibagi menjadi 2, yaitu :
    • Perikatan terjadi karena Undang-Undang Semata. Misalnya : Hukum Kewarisan seperti kewajiban orang tua dalam mendidik dan memelihara anak-anaknya.
    • Perikatan terjadi karena Undang-Undang akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan dan yang bertentangan dengan hukum.
  3. Perikatan terjadi bukan perjanjia, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.

·         Asas-asas dalam Hukum Perjanjian
Asas-asas hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUHP, yang terdiri dari :
  1. Asas Kebebasan Berkontak
    Menurut Pasal 1338 KUHP , segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai Undang-Undang Bagi mereka yang membuatnya.
  2. Asas Konsensualisme
    Asas Komsemsualime merupakan Perjanjian lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dalam Pasal 1320 KUHP untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu :

    • Kata sepakat antara pihak yang mengikatkan diri
    • Cakap untuk membuat suatu perjanjian
    • Mengenai suatu hal tertentu
    • Suatu sebab yang halal.

·         Hapusnya Perikatan
Sesuai dengan Pasal 1382 KUHP, Perikatan dapat dihapus jika memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
a.       Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
b.      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c.       Pembaharuan utang
d.      Perjumpaan utang atau kompensasi
e.       Percampuran utang
f.       Pembebasan utang
g.      Musnahnya barang yang terutang
h.      Batal/pembatalan
i.        Berlakunya suatu syarat batal
j.        Lewat waktu


Sumber :
Sari, Elsi Kartika.,SH.,MH., Simangunsong, Advendi.,SH.,MM. 2007. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia


Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.

Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesai
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara orang perorangan di dalam masyarakat. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia saat ini dapat dikatakan masih bersifat majemuk atau yaitu masih beraneka warna. Penyebab keragaman ini karena :
  1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum adat bangsa Indonesia, karena negara kita negara yang terdiri dari berbagai suku bunga.
  2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163 I.S membagi produk Indonesia kedalam 3 golongan, yaitu :
    • Golongan Eropa dan yang dipersamakan 
    • Golongan Bumi Putra (Pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan. 
    • Golongan Timur Asing (bangsa India, Cina, Arab)

Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan dibagi dalam 4 bagian yaitu:
  1. Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)
    Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum), tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, tempat tinggal (domisili) dan sebagainya.
  2. Hukum Keluarga (familierecht)Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan, perceraian, hubungan orang tua dan anak, perwalian, curatele, dan sebagainya.
  3. Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)
    Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian, milik, gadai dan sebagainya.
  4. Hukum Waris(erfrecht)
    Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia, dengan perkataan lain : hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.

Subyek dan Objek Hukum


Subyek Hukum Badan Hukum
Subyek hukum merupakan individu (orang) atau badan yang memiliki hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum. Manusia sebagai subjek hukum telah memiliki hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku. Berdasarkan Pasal 1 KUHP menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak bergantung pada hak-hak kenegaraan. Pada Pasal 2 Ayat 1 KUHP menegaskan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang wanita dianggap telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya, dengan memenuhi persyaratan :
  1. Si anak telah dibenihkan pada saat kepentingan tersebut timbul, 
  2. Si anak harus dilahirkan hidup, dan
  3. Ada kepentingan yang menghendaki anak tersebut memperoleh status sebagai hukum.
Sedangkan pada Pasal 2 Ayat 2 KUHP menyatakan apabila ia dilahirkan mati maka ia dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian dalam negara Indonesia sebagai negara hukum mengakui bahwa setiap manusia diakui sebagai subjek hukum oleh Undang-Undang
Badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan. Badan hukum dibedakan dalam dua bentuk, yaitu :
  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
    Merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
  2. Badan Hukum Privat (Privat Recht Persoon)
    Merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.

Objek Hukum
Menurut Pasal 499 KUHP objek hukum adalah benda. Benda merupakan segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik. Benda digolongkan menjadi :
·         Benda Bergerak
Benda bergerak dibedakan menjadi, sebagai berikut :
  1. Benda bergerak karena sifatnya, menurut Pasal 509 KUHP adalah benda yang dapat dipindahkan sendiri. Contohnya : meja, kursi, lemari dll. Sedangkan yang dapat berpindah sendiri contohnya : ternak. 
  2. Benda bergerak karena ketentuan Undang-Undang, menurut Pasal 511 KUHP adalah hak-hak atas benda bergerak. Misalnya : hak memungut hasil atas benda-benda bergerak, hak pakai atas benda bergerak, dan saham-saham Perseroan Terbatas (PT)
·         Benda Tidak Bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi, seperti berikut :
  1. Benda tidak bergerak karena sifatnya. Misalnya : pohon, tumbuh-tunbuhan dan patung. 
  2. Benda tidak bergerak karena tujuannya. Misalnya : mesin-mesin yang digunkan dipabrik, mesin sebenarnya benda bergerak akan tetapi oleh pemikilnya dihubungkan dengan benda tidak bergerak yang merupakan benda pokok. 
  3. Benda tidak bergerak karena ketentuan Undang-Undang, ini berwujud hak-hak atas bena-benda yang tidak bergerak, misalnya hak memunggut hasil atas benda yang tidak bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.


Sumber :
Sari, Elsi Kartika.,SH.,MH., Simangunsong, Advendi.,SH.,MM. 2007. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.