Banyak
yang tidak tau bahwa kata muhrim dan mahram adalah dua kata yang sangat
berbeda. Muhrim dan mahram, adalah dua istilah yang sering terbalik-balik dalam
percakapan masyarakat. Terutama mereka yang kurang perhatian dengan bahasa
Arab. Padahal dua kata ini artinya jauh berbeda. Memang teks arabnya sama, tapi
harakatnya beda. Teks arabnya:
محرم
- Muhrim (huruf mim dibaca dhammah dan ra’ dibaca kasrah)
artinya orang yang melakukan ihram. Ketika jamaah haji atau umrah telah
memasuki daerah miqat, kemudian dia mengenakan pakaian ihramnya dan
menghindari semua larangan ihram, orang semacam ini disebut muhrim. Dari
kata Ahrama – yuhrimu – ihraaman – muhrimun.
- Mahram (huruf mim dan ra’ dibaca fathah) artinya orang
yang haram dinikahi karena sebab tertentu.
Imam an-Nawawi memberi batasan dalam
sebuah definisi berikut :
كل من حرم نكاحها على التأبيد بسبب مباح لحرمتها
Setiap wanita yang haram untuk
dinikahi selamanya, disebab sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram. (Syarah
Shahih Muslim, An-Nawawi, 9:105)
Kemudian beliau memberikan
keterangan untuk definisi yang beliau sampaikan:
- Haram untuk dinikahi selamanya : Artinya ada wanita yang haram dinikahi, namun tidak
selamanya. Seperti adik istri atau bibi istri. Mereka tidak boleh
dinikahi, tetapi tidak selamanya. Karena jika istri meninggal atau
dicerai, suami boleh menikahi adiknya atau bibinya.
- Disebabkan sesuatu yang mubah : Artinya ada wanita yang haram untuk dinikahi
selamanya dengan sebab yang tidak mubah. Seperti ibu wanita yang pernah
disetubuhi karena dikira istrinya, atau karena pernikahan syubhat. Ibu
wanita ini haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan mahram. Karena
menyetubuhi wanita yang bukan istrinya, karena ketidaktahuan bukanlah
perbuatan yang mubah.
- Karena statusnya yang haram : Karena ada wanita yang haram untuk dinikahi
selamanya, namun bukan karena statusnya yang haram tetapi sebagai hukuman.
Misalnya, wanita yang melakukan mula’anah dengan suaminya. Setelah saling
melaknat diri sendiri karena masalah tuduhan selingkuh, selanjutnya
pasangan suami-istri ini dipisahkan selamanya. Meskipun keduanya tidak
boleh nikah lagi, namun lelaki mantan suaminya bukanlah mahram bagi si
wanita.
Adapun wanita yang tidak boleh
dinikahi karena selamanya ada 11 orang ditambah karena faktor persusuan. Tujuh
diantaranya, menjadi mahram karena hubungan nasab, dan empat sisanya menjadi
mahram karena hubungan pernikahan.
Pertama, tujuh wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan
nasab:
- Ibu, nenek, buyut perempuan dan seterusnya ke atas.
- Anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke
bawah.
- Saudara perempuan, baik saudari kandung, sebapak, atau
seibu.
- Keponakan perempuan dari saudara perempuan dan
keturunannya ke bawah.
- Keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan
keturunannya ke bawah.
- Bibi dari jalur bapak (‘ammaat).
- Bibi dari jalur ibu (Khalaat).
Kedua, empat wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan
pernikahan:
- Ibu istri (ibu mertua), nenek istri dan seterusnya ke
atas, meskipun hanya dengan akad
- Anak perempuan istri (anak tiri), jika si lelaki telah
melakukan hubungan dengan ibunya
- Istri bapak (ibu tiri), istri kakek (nenek tiri), dan
seterusnya ke atas
- Istri anak (menantu perempuan), istri cucu, dan
seterusnya kebawah.
Demikian pula karena sebab persusuan,
bisa menjadikan mahram sebagaimana nasab. (Taisirul ‘Alam, Syarh Umdatul
Ahkam, hal. 569)
sumber :
https://konsultasisyariah.com/15482-perbedaan-muhrim-dan-mahram.html
https://konsultasisyariah.com/7425-muhrim-dan-mahram.html